INTENSINEWS.COM – Ranggalawe dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri Majapahit yang pertama melakukan pemberontakan, saat menjabat sebagai Adipati Tuban dan Pasangguhan Kerajaan Majapahit, dan pada akhirnya gugur setelah ditenggelamkan di Sungai Tambak Beras. Menurut para ahli didasarkan pada Prasasti Kudadu, nama asli Ranggalawe adalah Aria Ardarika.
Menurut Kidung Panji Wijayakarma dan Kidung Ranggalawe, Ranggalawe adalah putra Aria Wiraraja yang menjabat sebagai Adipati Sumenep di Madura. Dalam kedua kidung tersebut, disebutkan bahwa Ranggalawe memiliki dua istri, yakni Martaraga dan Tirtawati, serta seorang putra bernama Anjampiani dari pernikahannya dengan Martaraga.
Meskipun kedua kidung tersebut menyatakan Ranggalawe sebagai putra Aria Wiraraja, Serat Pararaton dan Kidung Harsawijaya memiliki pandangan berbeda. Kedua naskah ini menyebutkan bahwa Aria Wiraraja adalah ayah dari Nambi, yang membantu Raden Wijaya membuka hutan tarik, sementara Ranggalawe adalah perwira Kerajaan Singasari yang menjadi Patih pertama Majapahit.
Menurut Kidung Sorandaka dan Babad Tanah Jawi Versi Brandes, Aria Wiraraja dan Pranaraja dianggap sebagai tokoh yang sama. Namun, menurut Slamet Muljana yang mengacu pada Prasasti Kudadu, Aria Wiraraja dan Pranaraja adalah dua tokoh yang berbeda.
Slamet Muljana berpendapat bahwa Ranggalawe adalah putra Aria Wiraraja, sementara Nambi adalah putra Pranaraja. Pendapat ini didukung oleh Prasasti Kudadu yang mencatat tokoh Aria Wiraraja dan Aria Ardarika (nama lain Ranggalawe).
Kidung Harsawijaya mengungkapkan bahwa Patih pertama Majapahit adalah Ranggalawe, namun hal ini tidak sejalan dengan Prasasti Sukamerta tertanggal 1296 M, yang menyebutkan bahwa Patih pertama Majapahit bukan Ranggalawe.
Riwayat hidup Ranggalawe dapat ditelusuri mulai tahun 1292 Masehi. Pada tahun itu, Ranggalawe mendapat perintah dari Aria Wiraraja untuk membantu Raden Wijaya membuka hutan tarik yang kemudian dikenal sebagai Majapahit. Nama Ranggalawe sendiri diberikan oleh Raden Wijaya, dengan “Rangga” berarti kesatria dan “Lawe” bermakna benang, wenang, atau kekuasaan.
Meskipun dikenal berwatak ceroboh dan lantang, Ranggalawe memiliki sifat pemberani, bertekad besar, jujur, ahli memainkan senjata, serta cerdik dalam mengatur siasat perang.
Selama perang dengan Jaya Katwang, Ranggalawe membantu Raden Wijaya dengan menyediakan 27 ekor kuda dari Sumbawa untuk menggempur benteng timur Ibukota Kediri. Ranggalawe berhasil membunuh pemimpin benteng bernama Segara Winotan, sehingga Raden Wijaya mengangkatnya sebagai Adipati Tuban dan Pasangguhan.
Namun, kisah gugurnya Ranggalawe bermula dari kekecewaannya terhadap keputusan Raden Wijaya yang mengangkat Nambi sebagai Rakyan Patih. Bagi Ranggalawe, jabatan tersebut seharusnya dianugerahkan kepada Sora yang dianggap lebih cakap dan berjasa bagi Majapahit.
Hasutan Mahapati (Dyah Halayuda) menyebabkan Ranggalawe menuntut agar kedudukan Nambi digantikan oleh Lembu Sora, namun tuntutannya tidak terpenuhi sehingga ia pulang ke Tuban dengan kekecewaan.
Beberapa hari kemudian, Mahapati menghasut Nambi bahwa Ranggalawe merencanakan pemberontakan. Mendengar hal ini, Nambi beserta Lembu Sora, Kebo Anabrang, dan pasukan Majapahit menyerang Tuban. Meskipun Aria Wiraraja berusaha menasihati Ranggalawe agar tetap setia pada Majapahit, nasihat tersebut tidak diindahkan. Ranggalawe kemudian menyusun kekuatan untuk melawan pasukan Majapahit.
Dalam pertempuran di Sungai Tambak Beras, pasukan Tuban bertarung habis-habisan melawan pasukan Majapahit. Pertempuran ketiga menjadi yang paling sengit, di mana Ranggalawe akhirnya gugur setelah terjatuh ke dalam sungai dan ditenggelamkan oleh Kebo Anabrang.
Setelah gugurnya Ranggalawe, pemberontakan Tuban berhasil dipadamkan. Aria Wiraraja yang merasa sakit hati kemudian menghadap Raden Wijaya untuk mengundurkan diri dan menagih janji pembagian wilayah Majapahit menjadi dua.
Raden Wijaya memenuhi janji tersebut, membagi wilayah Majapahit menjadi dua bagian: bagian timur hingga selatan dengan ibu kota Lumajang diserahkan kepada Aria Wiraraja, dan bagian barat dengan ibu kota Mojokerto dikuasai oleh Raden Wijaya. Sejak itu, daerah Majapahit timur menjadi negara merdeka yang terlepas dari kekuasaan Raden Wijaya.
Pewarta : Paul Suparno
Sumber Artikel : Berbagai Sumber