TULUNGAGUNG, INTENSINEWS.COM – Pemerintah Kabupaten Tulungagung melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung senantiasa mendukung dalam upaya pelestarian adat tradisi budaya yang merupakan kearifan lokal. Salah satunya yaitu pelestarian adat tradisi Ulur-ulur di Telaga Buret masuk Desa Sawo, Kecamatan Campurdarat.
Upacara adat Ulur-ulur rutin digelar setiap tahun, tepatnya pada hari Jumat Legi di bulan Selo dalam penanggalan jawa, dihadiri Pj, Bupati Tulungagung, Heru Suseno bersama Sekretaris Daerah, Tri Hariadi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Bambang Ermawan, Forkopimcam Kecamatan Campurdarat dan tokoh masyarakat serta tamu undangan lainnya tersebut diawali dengan kirab budaya yang meriah, dilanjutkan dengan tumpengan dan prosesi jamasan sepasang arca Dewi Sri dan Joko Sedono. Arca tersebut melambangkan kemakmuran yang dipercayai dan dihormati oleh masyarakat setempat.
Dengan suasana penuh rasa syukur, warga dari empat desa di Kecamatan Campurdarat, yaitu Desa Sawo, Ngentrong, Gedangan, dan Gamping, berkumpul di Pelataran Telaga Buret untuk melaksanakan upacara adat Ulur-Ulur.
Dalam sambutannya, Pj. Bupati Tulungagung, Heru Suseno menyampaikan, upacara adat ulur ulur merupakan tradisi nenek moyang terdahulu sebagai bentuk rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah keberadaan air di Telaga Buret yang tidak pernah kering meskipun dalam musim kemarau.
“Sehingga kebutuhan air masyarakat untuk pengairan persawahan seluas sekitar hampir 700 hektar di wilayah 4 Desa Kecamatan Campurdarat dapat tercukupi,” ucap Heru Suseno, Jumat (24/5/2024).
Pj Bupati Tulungagung juga menekankan pentingnya pelestarian tradisi budaya seperti Ulur-Ulur. Yang mana kegiatan ini tidak hanya menguatkan tali persaudaraan antar warga, tetapi juga memperkuat identitas budaya dan tradisi yang telah lama ada, menjadi simbol kebersamaan dalam mensyukuri nikmat yang diberikan alam dan Tuhan Yang Maha Esa.
“Perlu diketahui bahwa adat Tradisi Ulur-Ulur tidak hanya merupakan kearifan lokal yang harus kita jaga dan lestarikan, tetapi juga telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sejak tahun 2020,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung, Bambang Ermawan, saat dihubungi terpisah menambahkan bahwa, tradisi Ulur-Ulur Telaga Buret tersebut sebagai ungkapan puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki makna lebih dari sekedar acara budaya.
Menurutnya, ulur-ulur sendiri memiliki arti mengulur/memanjangkan atau melestarikan sumber air. Dengan terjaganya lingkungan pendukung, maka kelestarian sumber air di telaga Buret bisa terjaga dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
“Tidak hanya kita memperingati ulur-ulur dengan acara budaya tiap tahun, yang terpenting adalah aksi kita setiap saat harus kita jaga kelestarian yang ada di telaga Buret ini, seperti menjaga tanamannya, setiap tahun reboisasi, yang terpenting itu,” tutur Bambang.
“Upacara adat Ulur-ulur di Telaga Buret bukan hanya menjadi perayaan upacara adat semata, tetapi juga menjadi momentum penting untuk mengenalkan dan memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian alam dan warisan budaya,” pungkasnya. (Parno)