Senin, Juni 16, 2025

Sejarah Ki Ageng Pemanahan, Cikal Bakal Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Intensinews.com – Raden Bagus Kacung adalah nama kecil atau nama sewaktu muda Ki Ageng Pemanahan. Ia putra dari Ki Ageng Henis, seorang penasehat spiritual Raja Pajang dan pemuka agama di Laweyan, Kerajaan Pajang kala itu.

Pada masa mudanya, Raden Bagus Kacung banyak mengenyam pendidikan dari para Eyangnya yang hebat-hebat antara lain Sunan Kalijaga, Ki Ageng Selo, Ki Ageng Ngerang juga ayahandanya sendiri Ki Ageng Henis. Sepertinya Sunan Kalijaga sudah tahu bahwa kepada Raden Bagus Kacung lah kelak “Wahyu Raja Tanah Jawa” akan turun.

Raden Bagus Kacung adalah Priyayi yang sholeh, tekun menjalankan syariat agama, sosok yang sederhana, cerdas, gesit juga bijaksana. Dirinya juga ahli diberbagai ilmu kanuragan / bela diri. Hingga kelak ketika ayahandanya ditunjuk oleh Sultan Hadiwijaya menjadi penasehat spiritual Raja di Kraton Pajang, tidak lama kemudian Raden Bagus Kacung diangkat menjadi Lurah Mantri Tamtama Kraton Pajang dan bertempat tinggal di Dukuh Pemanahan bergelar Ki Ageng Pemanahan.

Dan kemudian hari Dukuh Pemanahan di kenal sebagai wilayah Manahan, tempat tinggal / Padepokannya di kenal dengan nama Depok. Di sana masih ada petilasan beliau, tempat sholat dan mata air untuk wudhu juga untuk keperluan lainnya.

Ki Ageng Pemanahan pada masa mudanya menjalin persahabatan dengan Raden Karebet ( Sultan Hadiwijaya ), Ki Juru Mertani ( sepupu dan adik ipar ), dan Raden Penjawi ( sepupu ). Kedekatan Ki Ageng Pemanahan dengan Sultan Hadiwijaya tampak terlihat ketika Sultan Hadiwijaya yang saat itu belum berputra, mengangkat salah satu putra Ki Ageng Pemanahan yaitu Bagus Srubut / Raden Danang / Raden Danar sebagai putranya dan diberi nama Danang Sutawijaya.

Dalam berbagai kegiatan Kraton, Sultan Hadiwijaya juga mengajak Ki Ageng Pemanahan untuk mendampinginya. Termasuk ketika Sultan Hadiwijaya berkunjung ke Padepokan Sunan Kudus juga ke tempat Ratu Kalinyamat. Di sana Ratu Kalinyamat meminta Sultan Hadiwijaya / siapapun untuk membalaskan dendamnya atas meninggalnya suaminya yakni Pangeran Hadiri, yang dibunuh oleh Arya Penangsang.

Baca Juga  Misteri Akhir Riwayat Gajah Mada, Mati Atau Moksa?

Dalam perjalanan pulang, Sultan Hadiwijaya masih memikirkan ucapan kakak iparnya tersebut, akhirnya Ki Ageng Pemanahan memberanikan diri untuk tampil melawan Arya Penangsang. Hingga akhirnya Ki Ageng Pemanahan dibantu Danang Sutawijaya, Ki Ageng Juru Mertani serta Ki Penjawi berhasil menundukkan Arya Penangsang.

Ki Ageng Pemanahan termasuk murid yang taat kepada gurunya, ketika Sunan Kalijaga memerintahkan beliau untuk bertapa ke daerah “Kembang Semampir”, Ki Ageng Pemanahan didampingi sepupu juga adik iparnya yaitu Ki Ageng Juru Mertani serta Danang Sutawijaya berangkat ke Kembang Semampir dan bertapa di sana hampir 5 tahun lebih.

PERTAPAAN KEMBANG LAMPIR

Pertapaan Kembang Lampir awal mulanya bernama “Kembang Semampir” , tempat tersebut adalah tempat Ki Ageng Pamanahan bersemedi laku prihatin saat mencari “Wahyu Kraton ” pada saat itu kondisi Ki Ageng Pamanahan baru bersedih karena menunggu janji Raja Pajang, Sultan Hadi Wijaya untuk memberikan Tanah Perdikan kepada Ki Ageng Pemanahan belum terlaksana.

Dikisahkan, dahulu Sunan Kalijaga memerintahkan para muridnya yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring III yang sama sama keturunan Raja Majapahit Brawijaya V untuk berkelana mencari Wahyu Kraton di daerah yang sekarang disebut Gunungkidul.

Selanjutnya oleh Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pemanahan diperintahkan untuk laku tirakat di suatu tempat yang ada pohon yang sudah mati namun berbunga. Akhirnya Pohon mati yang berbunga dapat ditemukan oleh Ki Ageng Pemanahan di daerah yang sekarang di sebut Kembang Lampir di wilayah Mendak, Giri Sekar, Panggang Gunung Kidul.

WAHYU GAGAK EMPRIT 

Dikisahkan, Sunan Kalijaga pernah berkata kepada murid muridnya, bahwa “Wahyu Ratu Tanah Jawa” akan turun di tengah Pegunungan Selatan ( Gunungkidul Yogyakarta ) tersebut. Dan setelah sekian lama laku prihatin, tapa brata di pertapaan Kembang Lampir, akhirnya pada suatu hari Sunan Kalijaga berkunjung ke pertapaannya dan berkata, “Jebeng, kae lo Wahyu Ratu Tanah Jawa wis katon ono sisih wetan“.

Baca Juga  Mpu Gandring dan Legenda Kutukannya

Jebeng adalah julukan Ki Ageng Pemanahan muda yang biasa diucapkan Sunan Kalijaga untuk memanggil muridnya tersebut.

Lebih lanjut, Ki Ageng Pemanahan berangkat ke daerah Pegunungan Selatan, dan mampir ke tempat tinggal Ki Ageng Giring saudara seperguruannya. Karena sudah akrab, dan kehausan, Ki Ageng Pemanahan langsung ke pawon (dapur) dan meminum air degan dari buah kelapa yang baru dipetik Ki Ageng Giring. Untuk detailnya bisa baca scroll di Wahyu Gagak Emprit.

PERDIKAN MATARAM 

Pada tahun 1556, atas saran Sunan Kalijaga, Sultan Hadiwijaya Raja Pajang berkenan memberikan tanah di wilayah Hutan Mentaok, setelah Ki Ageng Pemanahan mengangkat sumpah akan setia dan tunduk kepada Kerajaan Pajang hingga akhir hayatnya.

Setelah tanah perdikan diberikan, Ki Ageng Pemanahan bersama sanak keluarga dan para pengikutnya berangkat meninggalkan Desa Pamanahan yang letaknya di sebelah utara Kraton Pajang ke hutan Mentaok. Sunan Kalijaga berpesan kepada Ki Ageng Pamanahan untuk membangun tempat tinggal untuk keluarga di sekitar pohon beringin, yang telah Sunan Kalijaga tanam sewaktu beliau tinggal beberapa waktu di hutan Mentaok. Dikisahkan ketika dahulu menanam pohon beringin tersebut, Sunan Kalijaga berdoa semoga kelak daerah tersebut menjadi daerah yang rejo atau makmur.

Ki Ageng Pemanahan bersama sanak keluarga dan para pengikutnya mulai membuka hutan Mentaok menjadi sebuah desa. Dan seiring berjalannya waktu wilayah Alas Mentaok semakin berkembang, penduduknya semakin bertambah dan akhirnya menjadi sebuah daerah pemukiman yang makmur yang disebut sebagai ” Perdikan Mataram ” dan Ki Ageng Pemanahan dikenal sebagai Ki Ageng Mataram, daerah tempat kediaman keluarga Ki Ageng Pamanahan disebut “Kotagedhe”.

Baca Juga  Harta Karun Majapahit: Antara Legenda dan Kenyataan

Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1584, dimakamkan didekat tempat tinggalnya, sekarang disebut Astana Kotagedhe. Dan pada tahun 1586 Sultan Hadiwijaya juga wafat, kemudian pada tahun 1587, Danang Sutawijaya akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan Pajang dan mendirikan kerajaan Mataram Islam dengan pusat pemerintahan di Kotagedhe, bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa.

Berikut adalah para putra Ki Ageng Pemanahan :

I. Dari Istri pertama ( Nyai Sabinah / Nyai Ageng Pemanahan ) menurunkan 12 putra-putri, yakni :

1. Raden Roro Sobro atau Raden Ayu Adipati Manduranagara

2. Raden Danang Bagus Srubut kelak bergelar Panembahan Senopati (Raja Mataram Islam I)

3. Nyai Ageng Tumenggung Mayang

4. Raden Roro Maryam ( RAy Djoyoprono )

5. Raden Panulat ( Adipati Teposono )

6. Raden Pamadhe

7. Raden Jambu ( P Adipati Mangkubumi )

8. Raden Santri ( P Adipati Singasari )

9. Raden Tompe, Pangeran Gagak Baning

10. Raden Sambak meninggal masih bayi.

11. Pangeran Adipati Pringgolayan

12. Nyai Ageng Sewakul

 

II. Dari Istri Pangrembe ( Niken Rubiyah ) menurunkan 20 putra-putri, yakni :

1.Raden Andangkoro Pangeran Ronggo Mertosono

2. Pangeran Haryo Tanduran

3. Raden Ayu Kajoran

4. Laki-laki meninggal masih bayi

5. Nyai Ageng Tanduran.

6. Nyai Ageng Panjang Jiwa

7. Perempuan meninggal masih bayi

8. Nyai Ageng Banyak Patra

9. Nyai Ageng Kusumoyudo Marisi

10. Nyai Ageng Pucang

11. Nyai Ageng Singopodo di Panggul

12. laki-laki meninggal masih bayi

13. Nyai Ageng Mohammad Pekik

14. Nyai Ageng Wirobodro

15. Nyai Ageng Adiguno di Pelem

16. Nyai Ageng Suroyudo

17. Nyai Ageng Mursodo Silarong

18. Nyai Ageng Ronggo Kranggan

19. Nyai Ageng Kawangsen

20. Nyai Ageng Wirosobo.

Pewarta : Suparno, Sumber : Jejak Sejarah Mataram

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Berita Terbaru